Sunday 16 August 2015

Menerima Menjadi Manusia

"Buku ini harus saya rekomendasikan kepada siapapun yang pernah mengeluhkan harinya, hidupnya, atau bahkan Tuhannya 
Natisa, memang amat layak menulis tema ini karena dua hal: dia hapal al-Quran plus mengerti isinya dan dia, bersama Komunitas Pecinta al-Quran, berinteraksi dengan orang-orang yang tidak beruntung.  
Maka Natisa, sabar, dan al-Quran sang penawar, menjadi sangat indah terlukis dalam buku CRAYON ini." 
-Faris BQ, Penulis Letter from Turkey

Tahun 2009 silam pernah berkesempatan menjadi editor salah satu bukunya, Life is Miracle. 

Saya berusaha menjadi sebenar-benarnya manusia saat menulis Crayon Untuk Pelangi Sabarmu. Bukan sebagai makhluk suci menyampaikan pesan-pesan suci. Ah, jauh. Hanya berusaha menjadi manusia yang tak luput dari pemberontakan hati terhadap ketentuan Tuhan, kemarahan pada manusia lain, dan segala sifat manusia lainnya. Jika diibaratkan mesin, maka saat akan menulis saya tekan tombol ON pengaturan "menjadi sebenar-benarnya manusia". 
Karena sering kali kita ingin jadi malaikat yang tak pernah salah, dan ambisius menciptakan kehidupan lurus tanpa belokan-tanjakan-terjal-jatuh-bangun. Padahal kita manusia. Dihidupkan sebagai manusia. Haruslah hidup dengan cara-cara yang manusiawi. Saya tekan ON tombol itu. Menulis berbicara dari hati menuju bilah hati yang lain. Mengajak berbicara jiwa; untuk menerima segala jatuh-bangunnya kehidupan. Menerimanya sebagai rangkaian episode kehidupan yang harus dihadapi. Menerima diri sebagai manusia. Menerima diri sebagai hamba, bukan Tuhan, bukan malaikat, dan bukan pula iblis.

Inilah tema besar buku Crayon Untuk Pelangi Sabarmu. Tentang menjadi manusia dan menerima. Seorang kawan yang telah khatam membaca buku ini, dia memesan satu buku lagi untuk kawannya yang sedang dilanda pemberontakan terhadap ketetapan Tuhan. Beberapa hari kemudian, temanku ini menghubungiku via WA:


Tiba-tiba saya merasa ikut demam. Ya Allah. Betapa kuasanya Engkau menggerakkan hati hambaMu. Tulisan hanyalah tulisan, dan penggeraknya tak datang kecuali dari Allah yang Maha Hidup. Saya bisa merasakan bagaimana hati yang riuh pemberontakan, jiwa yang rindu pelukan Tuhan, dan suara-suara hati yang tak dapat didamaikan. Malam itu setelah menerima pesan tersebut, saya hanya bisa berdoa kepada Allah. Semoga Allah kirimkan rasa ketenangan ke dalam hatinya. Semoga Allah menyampaikan pelukan hangat melalui buku Crayon Untuk Pelangi Sabarmu kepadanya.


"Aku baru tiba pada setengah halamannyatapi sudah tertampar tanpa basa-basi."-Nisaul, Mahasiswi Sastra


2 comments :

  1. lantunan lagu masa TPA "Rukun Iman" cukup berperan penting dalam mengingatkan kita jika sedang down. terutama rukun iman yang ke-6 tentang takdir dan ketetapan Allah kpd qt. Hidup qt sdh ditetapkan sejak ruh ditiupkn ketika qt dlm rahim ibu, bahagiany qt, kesedihannya qt, namun qt tidak harus terkungkung dalam image bahwa percuma berusaha jika Allah sdh menentukan. karena Allah pun "mengabarkan" kpd qt bahwa qt msh diberi keleluasan untuk merubah kesedihan itu menjadi kebahagiaan qt. qt "wajib" terus berusaha selama ruh msh meminjam jasad qt, apapun akhir hidup qt, tp qt harus tetap yakin bahwa Allah Maha Adil, Allah tidak akan pernah melupakan amalan/usaha qt selama didunia, Allah tidak akan pernah menyia-nyiakannya asal qt sabar dan ikhlas dan selalu yakin bahwa Allah Maha Benar.
    Namun terkadang muncul pertanyan dari dasar hati, dalam setiap do'a ku "Ya Allah, aku ingin sekali pandai seperti mereka-mereka yang pandai menulis sehingga aku bisa menyampaikan kebenaran itu melalui tulisanku dengan lembut. lalu aku pun iri kepada mereka yang pandai berbicara di depan publik, Ya Allah, andaikan aku sprt mereka akan aku bagikan semua ilmuku...tapi....hingga saat ini aku belum bisa apa-apa untuk berkontribusi dalam dakwah kepadaMU. bukan aku gak mau, namun kesempatan itu yang belum tiba, tapi ntahlah....Aku ingin tapi mgkn usahaku yang belum apa-apa. Mungkin ilmuku masih sangat dangkal tapi bukankah Allah telah berpesan : sampaikan walau satu ayat
    Padahal aku ingin dan sangat ingin menjadi bagian "The agent of change"...
    Maaf pertanyaan buat natisa : Apakah orang yang ingin menjadi bagian dari orang-orang hebat seperti kalian harus pintar dulu? apakah orang-orang yang hanya "baru" memiliki "Niat" tidak layak?bukankah mereka yang "Jago" sekarangpun pada awalnya "belum bisa dan belum tahu apa-apa"?bukankah dari tahu jadi bisa?Lalu apakah menurut natisa jika seseorang memiliki ilmu, namun dia belum memiliki kesempatan untuk berbagi dengan yang lain, baru diamalkan untuk dirinya dan keluarga, padahal waktu yang dimilikinya sangat cukup, lalu apakah Allah masih akan mempertanggung jawabkannya di akhirat kelak?
    Karena tidak mudah berjalan sendiri

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear Puspa,
      Setiap orang dicipta Allah dengan keunikannya masing-masing. Semua istimewa. Dan dengan keistimewaan tersebut masing-masing dapat memberikan kebermanfaatan untuk sekitarnya. Satu hal yang pasti, untuk bermanfaat, kita tidak harus menjadi orang lain. Jadilah diri sendiri, dengan kemampuan yang dimiliki; mulai dari apa yang dimiliki/dimampu, mulai dari yang terkecil, dan mulai dari sekarang :)

      Dan bersyukurlah ketika memiliki banyak waktu luang. Artinya Allah memberikan waktu yang amat banyak untuk mencari ilmu. Perkaya diri dengan ilmu, Allah-lah yang akan meningkatkan derajat orang berilmu.

      Satu lagi, selalu husnuzhon pada Allah Swt :)

      Delete