Saturday 22 April 2017

Aku Tidak Menghindar. Aku Hanya Butuh Waktu.

"Aku tidak menghindar. Aku hanya butuh waktu," katamu siang itu.

Karena sejatinya memang kita tak pernah bisa menghindar. Kehidupan selalu menuntut kita menuntaskan hal-hal yang kita hindari. Mereka seakan ingin mengungkapkan, bahwa diri kita sebenarnya mampu menyelesaikan. Ini hanya tentang kemauan. Dan juga keberanian.

Keberanian berdiri melihat permasalahan dengan segala kepelikannya. Merunut setiap benang kusut yang ada. Menguraikannya satu per satu. Berlapang dada menerima kesalahan diri, serta menasehati agar mau melakukan perbaikan ke depan. 

Keberanian melihat tantangan yang kemungkinan bermunculan jika melakukan keputusan-keputusan besar, itu bukan hal yang mudah. Tapi menyerah bukanlah pilihan. Ketika kau pilih mundur, maka akan kau lihat betapa sudah banyak ketakutan, kekhawatiran, tantangan yang seakan membuatmu mati, ternyata sudah kau taklukkan. 

Tak ada. 
Tak ada pilihan menyerah. 

Tuhan Pemeliharamu ingin kau maju. Membuktikan doa-doamu, bahwa kau benar-benar mau. Buktikan, bahwa kau bukan seorang pendoa yang manja. Kaulah pendoa, kau jua pejuang dari terjawabnya doa. 

Betul,
Kau tak menghindar.
Hanya butuh waktu.
Sebab kau sadar,
Untuk hadapi permasalahan tak bisa reaktif.
Melainkan perlu diri yang reflektif.

Untuk dapat memandang persoalan bukan sebagai perhentian, kau perlu kejernihan hati. Yang tak berhenti hanya sebab terbawa perasaan. Kau perlu hati yang jernih, yang tak semata melihat kemampuan diri. Kita akan cepat putus asa jika hanya melihat kemampuan diri. Hilangkan keakuan. Apa yang dapat dilakukan oleh kemampuan terbatas kita? Akui saja setiap kelemahan, ketakutan, dan kekhawatiran. Kita bikin NOL diri kita, di hadapan Kekuasaan yang hakiki. 

Itulah hati yang jernih. Yang dapat merasa hamba, di hadapan Sang Kuasa.

Pada akhirnya kau akan tersadar. Kau tidak sedang bersaing mengalahkan orang lain. Tidak. Kau hanya dengan dirimu. Dan Tuhanmu,

Tidak. Kau tidak sedang menghindar.
Kau hanya butuh waktu.
Untuk tidak mengisinya dengan ragu. 



----
Natisa,
2017