Thursday 24 October 2019

Bergegas Berkemas


Yang kau tuju,⠀
tak pernah mengkhianati perindu⠀

Yang kau cinta,⠀
tak kan membiarkan pencintanya sendiri tanpa peta⠀

Bukankah ini perjalanan ⠀
menuju pertemuan rindu ⠀
yang tak bisa diwakilkan?⠀

Maka bergegaslah, ⠀

Kemasi setiap kekhawatiran,⠀
masukkan ia dalam pengharapan⠀

Rangkul setiap kecemasan,⠀
lalu lepaskan dalam bilik pengaduan⠀

Maka bertawakkallah,⠀
sebab segenap usaha ⠀
dan sekhusyuk apapun doa, ⠀
takkan mampu menawar ketetapanNya⠀

Ini tentang kita⠀
Yang memilih jalan cinta⠀
Soal bagaimana ceritanya nanti di hadapan, ⠀
ah, sekehendak-Nya saja.⠀


***
Natisa, 2019.

----⠀
SHALAWAT ALFA SALAM


صَلَاةٌ مِنَ اللهِ وَاَلْفَ سَلَامْ⠀
عَلَی الْمُصْطَفَی أَحْمَدْ شَرِيْفِ الْمَقَامْ⠀
 Sholâtun minallâh wa alfa salâm ⠀
 ‘Alâl Mushthofâ Ahmad syarîfil maqôm ⠀
Seribu salam, seribu salawat bagimu wahai Ahmad, Nabi pilihan, pemilik kemuliaan⠀

سَلَامٌ سَلَامٌ گمِسْكِ الْخِتَامْ⠀
 Salâmun salâmun kamiskil khitâm⠀
Salam, salam penuh keharuman sejati ⠀

عَلَيْکُمْ أُحَيْبَا بَنَا يَاکِرَامْ⠀
 ‘Alaikum uhaibâ banâ Yâ Kirôm⠀
bagimulah cinta, duhai Manusia Utama ⠀

وَمَنْ ذِکْرُهُمْ أُنْسُنَا فِی الظَّلَامْ⠀
Wa man dzikruhum unsunâ fidh-dholâm
Siapa mengingatmu, mendapatkan cahaya dalam kegelapan, ⠀

وَنُوْرٌ لَنَا بَيْنَ هَذَا الْأَنَامْ⠀
 Wa nûrun lanâ baina Hâdzal anâm⠀
Nur cahayamu penuntun bagi kami di antara manusia yang tersesat⠀

سَکَنْتُمْ فُؤَادِی وَرَبِّ الْعِبَادْ⠀
 Sakantum fu-âdî wa robbil ‘ibâd ⠀
Demi Allah! Engkau menempati tempat di relung hatiku⠀

وَأَنْتُمْ مَرَامِی وَأَقْصَی الْمُرَاد⠀
 Wa antum marômî wa aqshôl murôd⠀
Engkau cita-cita dan keinginan tertinggiku⠀

فَهَلْ تُسْعِدُوْنِي بِصَوْفِ الْوِدَاد⠀
Fahal tus’idûnî bishoufil widâd⠀
Maka berkenankah kau membahagiakanku dengan cinta yang suci⠀

وَهَلْ تَمْنَحُوْنِی شَرِيْفَ الْمَقَام⠀
Wa hâl tamnahûnî syarîfal maqôm
Dan berkenankah kau memberiku kedudukan yang mulia⠀

أَنَا عَبْدُکُمْ يَا أْهَيْلَ الْوَفَا⠀
Anâ ‘abdukum yâ uhailal wafâ⠀
Aku milikmu, duhai Pemilik Kesempurnaan ⠀

وَفِی قُرْبِکُمْ مَرْهَمِی وَالشِّفَا⠀
Wa fî qurbikum marhamî was-syifâ⠀
Kedekatan denganmu adalah penawar dan kesembuhan


Monday 21 October 2019

Hidup Para Pencinta


Aku saksikan hidup para pencinta, tak sepi dari derita. Justru mereka mengenali dan semakin dekat dengan Sang Cinta, sebab menjadikan beragam derita sebagai jalannya. 

Maka bahagia definisi mereka, adalah tentang hidup yang penuh cinta. 

Mereka lalui, mereka temui Yang Dicintai. 

Demikian pada Nabi Yusuf. Kau pikir mudah menjadi dirinya? Dijebak dan dijerumuskan oleh saudara-saudaranya sendiri. Dijual sebagai budak, terpisah dari Sang Ayah yang dicintai. Difitnah dan dijebloskan ke dalam penjara oleh ibu angkatnya sendiri. Ia lalui semua kepelikan itu, Ia pun semakin mengenali Tuhannya, yang Maha Esa, Maha Perkasa, Maha Welas Asih, dan berkata dengan amat sahaja, "Sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan bersabar, maka Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.” 

 Ya Rabb, maka salahlah jika menganggap orang kuat itu dari sananya kuat. Sebaliknya. Ia telah lalui ragam kepayahan hidup, kelemahan diri, rayuan untuk memilih putus asa berkali-kali, bahkan bisa jadi ia sering ingin hidupnya diganti. Tapi berkali-kali itu pula, kesusahan hidup membawanya pada pengenalan terhadap yang Maha. Terhadap manusia Yang Terpuji Akhlaqnya. 

Aku saksikan hidup para pencinta justru tak berlimpah memiliki apa yang dipandang baik oleh manusia pada umumnya. Seringnya bahkan sebaliknya. Mereka dihadapkan pada ketiadaan, kesengsaraan, keterdesakan. 

Demikianlah Siti Maryam. Bagaimana ia menjadi seorang abdi Baitil Maqdis. Jauh dari ingar bingar manusia. Ia gadis suci nan jelita. Ia memilih mengabdi pada Sang Maha. Apakah kemudian berbalas kemuliaan serta merta? Bahkan ia tiba-tiba dikabarkan akan memiliki seorang putra tanpa ayah. Bagaimanakah ia menghadapi tudingan sinis penuh penghakiman? Bagaimanakah ia melalui rasa sakit melahirkan seorang diri? Bagaimanakah ia mengajak hatinya berpasrah penuh, tanpa kerisauan pada Tuhan yang telah membawanya di hidup yang tak terduga ini? Namun dengan semua pelik itu, Maryam Gadis Suci mengenali Tuhannya adalah Tuhan yang Maha Berkehendak. Yang tak terikat oleh sebab akibat. Sehingga tak ada sikap yang dimiliki Maryam kecuali berpasrah pada Sang Suka-suka, menjalani ketetapan sepenuh hati tanpa sangsi. Sebab ia yakini pasti, tak ada kehendak Tuhannya yang terjadi, kecuali hamba hanya diminta untuk menjalani. Maka lepaskan segala risau hati, Tuhan yang akan kasih solusi. Cukup jalani. 

Ya Rabb, ternyata tak ada orang kuat yang berpasrah kepadaMu, kecuali telah Kau gulirkan hidup yang penuh kebuntuan, seakan tiada pertolongan, tak ada jalan, dan Kau rontokkan segala kepercayaan, hingga ia akhirnya hanya miliki satu-satunya pilihan: berpasrah padaMu, Tuhan. 

Aku saksikan hidup pencinta, justru sering kali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang menyiksa. 

Bagaimana Nabi Ibrahim sang Kekasih Allah dihadapkan pada ketetapan: meninggalkan istri yang dicinta bersama ismail kecil di lembah yang tiada kehidupan, bahkan manusia menghindari melewatinya. Bagaimana bisa tega? Namun ia tahu, ini bukan tentang yang tampak. Melainkan tentang taat. 

Tapi bagi para pencinta, kenyamanan hidup di dunia adalah fatamorgana. Bagi mereka ada yang lebih besar, ada yang lebih menggiurkan, ada yang lebih dinantikan. Ialah pertemuan dengan Sang Maha Cinta. Dengan Kekasih Yang Maha Kasih. 

Alangkah indahnya Al-Mushtofa, hingga para pencinta rela menebus hidupnya untuknya. 

Alangkah terpujinya akhlak Baginda, hingga lelaki Badui yang tadinya canggung menemuinya, menjadi amat melebur sebab sikap Baginda yang mencintainya tanpa syarat. 

Alangkah dermawannya Datuknya Hasan itu, beliau hidup bersama puluhan sahabat faqir di beranda masjid. Tiap harinya ia makan bersama mereka, mengasuhnya, mendidiknya, mendoakannya, mencintainya. 

Alangkah bijaksananya Ayahanda Fatimah itu, tak ada janji yang tak ditepati, tak ada orang asing di mata beliau, tak ada orang berdosa bagi yang mendatanginya penuh harap pengampunan, tak ada orang bodoh bagi beliau selama berusaha menempuh perjalanan.. 

 ya Rabb.. 
Muhammadkan kami.. 

Jika menjadi pencinta selalu menjanjikan terjalnya kehidupan, 

Jika menjadi pencinta selalu diiringi dengan kesedihan, 

Jika menjadi pencinta selalu tak sepi dari hari-hari yang nestapa. 

Ya Rabb, sungguh keindahan Muhammad telah menyirnakan segala duka itu. Sebab yang ada tinggalah cahaya Muhammad, yang darinya setiap ada nampak. 

Yang darinya setiap kegelapan terasa benderang. 
Yang darinya setiap derita tak berarti apa-apa, sebab pertemuan dan kebersamaan dengannya adalah cinta. 

Tiadalah derita. Semua ini tentang cinta. 

Cinta mungkin menagih semuanya; jiwa, raga, keluarga, juga kata-kata. Bagaimana jika aku berkata begini: cinta bukan meminta segala. Namun segala ini adalah tentang cinta. 

Apa pernah kau khawatir orang yang mencintaimu akan menjerumuskanmu pada situasi yang tak bisa kau tangani? Ketahuilah, cinta kita pasti diuji. Namun manisnya cinta akan mengalahkan segala, termasuk luka juga derita di dunia. Sebab hidup sebenarnya nanti di sana. 

Ya Rasul, 
Sungguh bahagia para pencinta, 
Dan mendadak lupa, pernah menderita. 

Tiada penawanan yang lebih membebaskan, kecuali menjadi tawanan cinta Al-Musthofa.
x


Saturday 5 October 2019

Amalan Yang Disiasati - Kebijaksanaan Guru Yang Tak Terperi

Sore itu aku takjub. Dengan cara guruku mengajari kami bagaimana "menyiasati" amal. Sekilas amat oportunis, namun ternyata amat manis!

***

Korbannya adalah temanku, Eko, dia yang sering membantuku menangani pemebelian buku-buku Natisa. Jadi admin segala macam kegiatan Masjid Darussalam. Jadi panitia apapun kegiatan masjid. Walaupun terkenal dengan julukan Marketing Jahadnya, tapi kami juga aneh masih saja seneng mengandalkan dia dalam segala hal.

Dengan segala kesibukannya itu, aku berniat memberi haknya yang sudah bantu penjualan buku. Saat itu alhamdulillah lumayan keuntungannya, ada buat dia jajan bakso sebulan 😁 (dia makan bakso sehari 2x gaess 🤣).

Niatku itu aku sampaikan ke Guru. Tak disangka, beliau menahanku. Malah meminta gajinya Eko yang akan dibayarkan tersebut untuk dikirimkan ke rekening beliau.

Aku takut kualat kalau banyak nanya. Akhirnya tanpa bertanya lagi, aku kirimkan.

Sorenya, di halaman Masjid yang sedang Guruku bangun, kami bercengkrama mencandai Eko yang super sibuk jadi admin sana sini. Lalu Guruku mengeluarkan sejumlah uang ke Mang Haji, pimpro pembangunan masjid.

"Tah, Mang. 2 juta. Buat beli bahan-bahan yang kurangnya. Ini mah dari Eko, malak gaji si Eko." Kata Guruku ringan menyerahkan setumpuk uang ke Mang Haji.

Si yang empunya nama cuma ketawa-ketawa aja. Aku malah bengong. Gustiii.. ini caramu kok licik sekali, Pak Guru.. Aku malah iri sama Eko! Entah sebesar apa hitungan amalannya sekarang.

Gimana nggaa.. uang gaji yang tadinya mau aku kasih ke Eko, hanya 300ribuan. Lalu diterima oleh Guruku, yang seorang 'Alim. Kemudian digabungkan dengan uang pribadinya, dan disedekahkan atas nama si Eko. Aku ingat penjelasan Al-Imam Suyuti menuturkan perihal pahala sedekah di dalam Kitabnya Bughiyatul Mustarsyidın, bahwasanya pahala bersedekah ada lima kategori :

(1) Satu dibalas sepuluh (1 : 10) yaitu bersedekah kepada orang yang sehat jasmani.

(2) Satu dibalas sembilan puluh (1 : 90) yaitu bersedekah terhadap orang buta, orang cacat atau tertimpa musibah, termasuk anak yatim dan piatu.

(3) Satu dibalas sembilan ratus (1 : 900) yaitu bersedekah kepada kerabat yang sangat membutuhkan.

(4) Satu dibalas seratus ribu (1 : 100.000) yaitu sedekah kepada kedua orang tua.

(5) Satu dibalas sembilan ratus ribu (1 : 900.000) yaitu bersedekah kepada orang alim yang ahli fiqih (Guru Ngajimu).


Aku mencoba menghitung gotak gatik.

Uang Eko diserahkan kepada Guruku (seorang 'Alim, maka Eko bersedekah kepada Ulama, dia masuk kategori nomor 5! 900ribu kali lipat!).
300.000 x 900.000 = 2.700.000.000 >> 2.7M!

Tunggu, sedekahnya bukan lagi 300ribu. Tapi 2juta!

2 juta × 900ribu = xxxxkutaksanggup menghitung nol-nya 😭.

Kooo.. anda benar-benar Marketing Jahad!!!

Belum selesai sampai di situ. Lalu oleh Guruku digabungkan dengan uang pribadinya, kemudian disedekahkan atas nama Eko, untuk Masjid Darussalam.

Keberkahan apa lagi yang menandingi transaksi ini?! Sedekah Eko kepada Ahli Ilmu, disampaikan oleh Ulama ahli ilmu, untuk tempat menuntut ilmu.

Ekoooo, senyum-senyuma aja diaa.

Barangkali yang Eko inginkan dan butuhkan 300rb. Tapi yang Eko dapatkan lebih daripada itu. Sebab husnuzhon pada apapun dari Guru. Percaya aja.

Kapan lagi bisa sedekah sampai 2.7M, bahkan lebih? Kalau bukan karena Guru yang memiliki mata batin memandang jauh ke depan.

Dan si Eko masih aja cengar cengir, saat Guruku membisiki aku. "Ti, kalau masih ada sisa uang, kasih ke Eko. Buat pegangan."

Guru.. kebijaksanaan dan kasih sayang yang kau ajarkan, semoga terhias juga pada diri kami.

Muridmu yang masih segala terbatas dalam memandang dunia ini.


***
Natisa