Tuesday 26 July 2016

Bagaimanakah Kondisi Hati Nabi Yusuf Saat itu?

Bagaimanakah kondisi hati Nabi Yusuf saat itu?

Ia tertampan di antara saudaranya,
Ia terkasih di mata ayahnya,
Namun apa daya, sepuluh saudaranya membencinya.

Dengan gagah, para abangnya ingin mengajaknya bermain.
Yusuf kecil girang bukan kepalang.
Ia merasa dilibatkan.
Namun apa nyana, di tengah padang pasir ia dimasukkan ke dalam sumur.
Perih tak terperi. Ia dianiaya saudara sendiri.

Berhari-hari dilalui,
Ia seorang diri tanpa pakaian melindungi,
Lembab, juga sunyi.
Datanglah sekelompok kafilah.
Ia berseri menyambut ketetapan Ilahi.
Tali dijuulur,
Akhirnya ia keluar dari sumur,
Namun apa yang terjadi, ia dijual jadi budak dengan harga yang teramat rendah.

Yusuf kecil menerimanya,
ia beralih dari satu ketetapan Allah ke ketetapanNya yang lain.

Datang seorang pejabat membelinya
Bahkan ia dibeli bukan untuk dijadikan budak,
Pejabat itu ingin menjadikannya sebagai anak,
Akhirnya Yusuf kecil terbina di keluarga mulia,
Namun apa sesudahnya, ia disayang ia pun jadi mangsa.

Ibu tirinya terpikat
oleh pesona Yusuf
dimintanya agar memenuhi syahwatnya

Yusuf berlari,
dan berkata, "Penjara lebih aku sukai"

Yusuf menjadi tahanan,
Lalu selesaikah di sini segala ujian?
Ia seorang yang mulia, anaknya dari Nabi Ya'qub yang mulia, dari kakeknya Nabi Ishaq yang mulia, dan Datuknya Nabi Ibrahim yang mulia,
Ayah-kakek moyangnya seorang Nabi,
Kemuliaan apa lagi yang kurang untuk mendapatkan hidup tanpa ujiaan?
Nabi Yusuf seorang yang penuh kemuliaan harus berlapang mendekam di penjara.
Di sinilah terpampang,
Bahwa ujian Allah bukan berarti penghinaan, 
melainkan tanda cinta, tanda kemuliaan, tanda kasih-sayangNya..
ujian adalah tangga untuk dipijaki.

Berbelas tahun lamanya Nabi Yusuf ditahan,
Ia hampir saja bebas,
2 tahanan yang ia bantu,
berjanji akan membantu Yusuf keluar dari penjara itu,
Namun ketika bebas, lupalah meraka pada jasanya yang dulu.

Lihatlah,
Bagaimanakah kondisi hati Nabi Yusuf saat itu?
Dari harapan yang tinggi, kemudian jatuh.
Berkali-kali..

Tak sekali,
Tapi tiap kali ia berharap, dan merasa seolah keadaan akan membaik,
tiap kali itu pula Allah mencandainya.

Duhai,
Benarlah kata Ulama,
Surat Yusuf adalah surat yang banyak mencerita tentang putus asa,
Nabi Yusuf harusnya sudah terputus asanya.
Sebaliknya, keyakinannya semakin berlipat tebalnya
Pada pertolongan Allah.
Pada janji Allah.

Atas dasar apa Yusuf dianiaya?
Apakah karena buruk perangainya?
Sekali-kali tidak.
Ia Yusuf sang pemilik hati yang lembut.
Bahkan manusia seperti Yusuf saja dibenci,
apatah lagi kita yang kebaikannya bisa dihitung jari.

Jika hari ini kita dibenci, disalahsangkai,
katakan pada diri,
Berbahagialah, duhai hati.. 
Kebencian orang padamu tak membuatmu dijerumuskan dalam bahaya, 
tak membuatmu dipisahkan dari orang yang dicintai berpuluh tahun lamanya, 
dan kau tak dibenci oleh saudara sendiri.
Berbahagialah, duhai hati.. 
sangka buruk orang lain padamu sekali-kali tak membuatmu lantas jadi buruk, 
lihatlah Yusuf, ia disangka sedemikian buruk, namun ia tetap terpilih dan termuliakan.


Nabi Yusuf, yang lembut..
Ajari kami mengobati hati,
yang berkali disakiti,
bahkan oleh orang yang dicintai,
Bagaimanakah memberikan penawar padanya?
Bagaimanakah memaafkan, tanpa hati mendendam?


Nabi Yusuf, terkasih..
Ajari kami agar tak pernah putus asa,
pada pertolongan Allah yang Maha Kuasa,
pada kebenaran janji-Nya yang tak pernah alpa.

Duhai,
Benarlah kata Ulama;

Yusuf dipenjara, karena ketampanan parasnya,
Yusuf bebas dari penjara, karena ketampanan hati dan akhlaknya.

Apakah itu pertanda,
Kunci menghadapi ujian adalah mempersolek hati dan perangai kita?

Duhai, Nabi Muhammad Al-Musthofa,
Kini kami tahu, mengapa surat ini turun ketika Baginda dilanda kesedihan tak berujung,
Ialah karena Nabi Yusuf seolah menghibur,
Bahwa cerita duka yang bertubi-tubi pun pasti miliki akhir.

Duhai, Nabi Muhammad Al-Musthofa,
Kini kami tahu, atas sabdamu; sesiapa yang membaca Surah Yusuf maka hilanglah kesedihan,
Karena kami menjadi malu, kesedihan dan luka kami belum seberapa dibanding segala ujian Nabi Yusuf.

dan kami jadi mengerti, 
sering kali Allah sedang menguji, 
di waktu yang bersamaan Ia pun sedang melindungi.


***
Natisa,
Bandung, Syawal 1437 H.



Sunday 3 July 2016

Membeli Buku NATISA

Assalamu'alaikum wr wb

Dear Para Pembaca, 



Saat ini Buku #CrayonUntukPelangiSabarmu sudah HABIS, dan tidak bisa dipesan lagi.
Mohon doanya, semoga ada kesempatan untuk mencetaknya ulang. 

Kabar baiknya, buku kedua Natisa, yaitu MEREBUT PERAN TUHAN, masih bisa dibeli di Toko Buku Gramedia (tertentu, di beberapa kota sudah habis) atau bisa juga dipesan ke:

WA/SMS:
EKO
0895-3576-11691




Terima kasih,
Semoga menjadi jalan kebaikan :)

Wassalamu'alaikum Wr Wb

Natisa


Membeli Buku Crayon Untuk Pelangi Sabarmu

Assalamu'alaikum wr wb

Dear Para Peneguh Kesabaran,



Saat ini Buku #CrayonUntukPelangiSabarmu sudah sulit ditemui di toko buku beberapa kota.
Bagi yang membutuhkan dan ingin membelinya, dapat langsung memesan ke:

WA/SMS/Line: 0857-8092-3932

atau
klik link ini:



Terima kasih,
Semoga menjadi jalan kebaikan :)

Wassalamu'alaikum Wr Wb

Natisa


Waktu dan Kekhawatiran-kekhawatiran Itu

Waktu yang telah ditetapkanNya tak bisa disegerakan atau ditangguhkan. Walau seluruh makhluk bumi berusaha mengerahkan.

Kemarin saya ketinggalan travel jam 3.45 dini hari. Jam pemberangkatan selanjutnya jam 04.30. Sedangkan saya harus sudah berada di bilangan daerah Jakarta Pusat pk. 08.30. Setelah tiket digenggam, hati saya masih terus khawatir. Sampai ga ya jam 08.30? Perjalanan Bandung-Jakarta sekarang susah diprediksi. Bisa jadi di tol lancar, tapi di tol dalam kotanya yang ramai. Atau pernah juga ada kecelakaan di tengah tol Cipularang, menyebabkan kemacetan yang panjang. Serba gak pasti. Gimana kalau saya telat dan Pak Boss menunggu lama, lalu berdampak ke acara kacau karena saya telat? Astaghfirullah. Kok seneng betul terus mengoleksi kekhawatiran. Apa semua kekhawatiran itu membantu agar saya datang lebih cepat? Ngga. Akhirnya saya ngatur nafas yang ritmenya tak beraturan tanda hati penuh khawatir.
Bismillah. Kalau Allah sudah berkehendak maka jadilah. Allah yang punya waktu. BagiNya mudah menahan atau menyegerakan. Toh kita sering mengalami kondisi seperti ini: waktunya sama sekian jam tapi di beberapa kondisi sekian jam itu akan sangat terasa lama dan membosankan. Di waktu yang lain sekian jam itu terasa sangat singkat. Allah Maha Kuasa mengatur waktu. Hanya Dia yang memiliki kunfayakun. Terserah Allah sajalah. SekehendakNya sajalah..
Kalaupun saya telat, ya memang harusnya begitu. Gak usah terus menyesali. Tinggal ambil pelajaran agar jangan terlalu last minutes, harus disiapkan betul-betul.
Nafas panjang keluar dengan tenang. Iya, segimana Allah saja..
Akhirnya saya bisa istirahat di setengah perjalanan. Bangun-bangun melihat jam, alhamdulillah lancar. Mata saya terus melihat GPS. Berapa lama lagi jarak sampai, sambil memperhitungkan waktu dan kecepatan pak supir membawa mobil.
Mata saya menangkap jalanan berwarna biru di layar aplikasi Maps. Itu jalanan yang sudah ditempuh di belakang. Sedangkan jalanan kuning dan merah menunjujkkan jalanan ke depan yang akan ditempuh mobil. Tiba-tiba saya merasa waktu berhenti sesaat oleh sebuah kesadaran yang menohok. Allahu akbar! 
Sering sekali kita mengkhawatirkan apa yang ada di hadapan, dan di waktu yang bersamaan kita abai mensyukuri ribuan kilo "jalanan" yang telah berhasil dilalui di belakang. 
Kita sibuk khawatirkan ini dan itu, lalu lupa bahwa untuk sampai di titik yang sekarang dipijak ini kita telah melalui banyak rintangan. Melampaui dari segala yang dikhawatirkan. Bahkan kekhawatiran-kekhawatiran serupa telah pernah kita atasi. Maka kenapa masih terus mengulum kekhawatiran, sedangkan kita memiliki Tuhan yang Maha Memampukan.
Sekali lagi kesadaran ini menghujam; bahwa kekhawatiran sama sekali takkan membantu atau mengubah apa-apa di masa yang akan datang. Tidak.Justru hati yang penuh dengan kepasrahan akan membuat diri bersikap dengan sebaik-baik sikap.
Memasuki Jakarta jalanan padat merayap. Kekhawatiran itu tetap terdengar bersahutan di hati. Saya pejamkan mata. Ya Allah, terima kasih telah menyampaikanku di sini. TanpaMu, segala usaha semaksimal apa pun takkan ada pengaruhnya. Allah, jadikan aku hamba bersyukur atas nikmat-nikmatMu yang tak terukur. Allah, hilangkan kekhawatiran-kekhawatiran di dalam hati, karena ku tahu aku memilikiMu.
Pukul 08.10 Pak Supir menawarkan siapa yang ingin turun di halte sebelum shuttle resmi. Saya memutuskan turun di sana, lanjut menyambung menggunakan kendaraan bermotor. Menepuk abang ojek untuk memilih jalan tikus paling cepat. Waktu terasa diremas maju mundur. Rasanya sudah tak berbilang detik menit lagi. Kecuali hanya ritme: Allah, Allah, Allah. Kau Penguasa Waktu..
Pukul 08.33 tiba di salah satu gedung pencakar langit di Jakarta Pusat. Alhamdulillah. Berlari sekencang mungkin dari halaman depan yang luas memasuki gedung, sambil melirik handphone, takut Pak Bos menunggu. Satu pesan masuk dari beliau, "Nati, saya telat. 45 menit lagi sampai."
Amboi. Betulah, Kau amat mudah mengendalikan segalanya, ya Allah..
Nyatanya, yang menyampaikan kita di titik yang sekarang bukanlah kekhawatiran. Atau kemampuan diri. Bukan. Melainkan semata hanya karena Allah menghendaki.
Jika kekhawatiran itu terus saja menggerogoti, bawalah ia ke hadapan Allah Rabbul 'izzati. Mohonkan hati yang penuh keberpautan, kepasrahan, ketenangan.

Semoga kita dikaruniai hati yang bersyukur, dan terkikislah segala kekhawatiran itu.
###

Nati Sajidah
Kereta Argo Parahyangan, 27 Mei 2016.