Sunday 11 September 2016

Berenang dan Tuma'ninah

Apa yang membuatmu takut?
Mungkin bayangan sebuah keidealan capaian, dan kondisi diri yang merasa tak mampu menggapai.

Seorang pelatih renang sambil memegang peluitnya, ia menyeru pada si murid yang berulang kali kepayahan berenang, "Nak! Ketakutan itu yang membuatmu tidak menikmati berada di dalam air. Kamu berenang bukan untuk sampai ke tujuan, tapi nikmatilah setiap gerak tubuhmu."

Menikmati. Tapi sering kali pikiran kita digendangi penghakiman; kamu salah! Kamu tidak benar melakukannya! Seharusnya tidak begitu!

Lagi-lagi Bapak pelatih renang itu menenangkan hati si murid, "Terus saja bergerak, jangan kepikiran ini salah atau tidak. Kalau pun salah tinggal diperbaiki."

Kali ini si murid menyela, "Karena sadar aku salah, aku jadi panik, Pak! Dan tenggelam!"

Bapak pelatih itu tertawa mendengar keluhan muridnya, "Padahal kalau kamu biarkan diri mengambang saat tenggelam, badanmu akan menemukan "nafasnya" sendiri. Kepanikan yang membuat dirimu semakin tenggelam, Nak!"

Barangkali begitu adanya. Bayang-bayang keidealan, rasa rendah diri, penghakiman hati, dan kepanikan ketika melakukan kesalahan membuat diri tak bisa menikmati. Malah ketakutan semakin membesar menguasai hati.

Si murid menarik nafas dalam-dalam, kemudian dikeluarkannya secara perlahan. Mencoba memperbaiki cara berpikirnya, ia berkata pada diri sendiri, "Baik, kamu tak perlu mencapai ujung sana. Kamu hanya perlu menggerakkan kaki dan tangan. Gerakkan dua kali kaki, lalu tangan 1kali. Tak apa jika salah, it's okay! Diperbaiki setelahnya saja!"

Kemudian dia menyelam. 2 kakinya bergerak nyaris sempurna, disusul secara terburu-buru dengan gerakan tangan yang penuh interval. Dia kalut. Dia melakukan kesalahan! Tapi berusaha terus bergerak. Gerakannya semakin lama semakin tak karuan. Dia melupakan satu hal!

Kepalanya muncul di permukaan dengan nafas yang terengah. Di ujung kolam Sang Pelatih tersenyum mengacungkan jempol, "Bagus! Ada yang kamu lupa, ya?"

"Aku berusaha tidak panik saat tenggelam tadi, Pak. Tapi sesak, aku tidak menemukan nafasku!"

"Itu karena kamu terburu-buru berpindah dari satu gerakan ke gerakan. Agar tidak panik kamu perlu jeda. Berjedalah 3 detik, baru lanjut ke gerakan setelahnya. Rasakan badanmu mengambang di atas air. Ingat, ini bukan tentang cepat atau sampai."

Si murid menggigil di dalam air. Dia sadar telah mengabaikan jeda, karena merasa harus tepat dan cepat. Ternyata ada yang lebih dari kedua itu, yaitu bergerak secara sadar. Untuk sadar, kita perlu jeda di antara perpindahan gerak.

Apa yang membuatmu takut? Mungkin bayangan sebuah keidealan capaian, dan kondisi diri yang merasa tak mampu menggapai. Berjedalah. Kita hidup di dunia tidak sedang bersaing dengan siapa pun. Kecuali sebuah janji untuk terus memperbaiki diri.

Apa yang membuatmu takut? Mungkin kepanikan saat terjatuh, lalu diri dilputi penghakiman diri. Berjedalah. Melakukan kesalahan adalah kebaikan, sepanjang diikuti dengan perbaikan. Tak mengapa bersalah. Tandanya dirimu sadar apa yang harus dilakukan. Maka terus bergerak untuk memperbaiki.

Apa yang membuatmu takut? Mungkin karena lupa berjeda. Sejenak saja mengambil jeda antara satu episode ke episode lainnya. Untuk membenahi niatan awal diri, meresapi perjalanan yang sudah dilalui, dan melakukan hal yang lebih baik lagi. 

Seperti tuma'ninah dalam tiap gerakan shalat.
Seperti jeda waktu mustajab antara adzan dan iqomah.

###
Nati Sajidah 


No comments :

Post a Comment