Wednesday 30 December 2015

Manusia pada Huruf Ba


Manusia bisa naik meninggi dengan alat. Bisa turun, juga dengan alat. Selalu ada "dengan" di posisi mana pun manusia berada. 

Manusia bisa apa, tanpa "dengan".. Bisa bertahan di tengah ujian, karena membersamakan diri dengan Allah Sang Sumber Kekuatan. Bisa tetap tersenyum dan seolah baik-baik saja, itu pun dengan kekuatan dari Allah. Bisa mengatasi satu per satu kekusutan permasalahan pun karena daya upaya dari Allah. Karena manusia membersamakan dirinya dengan Allah.

Tapi manusia tetap manusia. Kepengecutan sesekali hadir membuatnya terpuruk. Rasanya ingin berteriak, mengibarkan bendera putih. Mengumumkan pada dunia; ia memilih putus asa dan game over saja.

Dalam kondisi seperti itu manusia tidak sedang membersamakan dirinya "dengan" Allah. Dia memilih untuk memeluk permasalahannya seorang diri. Mengulum duka sendirian. Memegahkan kesedihan sedemikian rupa. Hingga akhirnya ia digagahi oleh keterpurukan. Kondisi seperti inilah kondisi dimana manusia tidak membersamakan dirinya "dengan" Allah.


source: here

“Dengan”

Sebuah kata sederhana, namun menentukan bagaimana manusia menjalani kehidupan. Mungkin itulah kenapa basmalah, diawali BI yang berarti "dengan". Agar manusia sadar, dia tak ada apa-apanya, tanpa alat bantu. Dan kalimat sesudah "dengan" yang paling mewah adalah;

"Dengan menyebut nama Allah.. bismillaah.."

Ternyata untuk mengamalkan 1 huruf al-Quran pun luar biasa payahnya kita.
Jangankan mengamalkan basmalah dalam 1 kalimat utuh, di huruf BA saja manusia pasang surut "membersamakan" diri "dengan" Allah.

Jika kita ulas lagi, kita bisa bertahan kuat itu ketika membersamakan diri dengan Allah. Sebaliknya, kondisi memburuk ketika kita memutuskan menanggung beban sendirian. Jadi sebenarnya yang membuat semuanya terasa sulit itu ketika kita tidak menggunakan huruf BA! Ketika kita tidak membersamakan diri dengan Allah.

Pada huruf Ba atau “dengan”, ada pengekspresian kedekatan kita dengan yang disebut setelahnya. Allah. Sehingga membersamakan-Nya di setiap aktivitas kita adalah bentuk penghambaan diri yang senantiasa mencari pertolongan dari-Nya, dan mencari kebaikan yang senantiasa bertambah dari-Nya.

Huruf Ba adalah huruf Jar yang senantiasa dibaca kasrah (pecah, kalah). Menunjukkan keagungan Tuhan dan kebutuhan seorang hamba yang hatinya senantiasa diliputi rasa gelisah, pecah oleh kerisauan. Maka kebersamaan kita dengan Allah di setiap kondisi bermakna membersamakan diri yang rapuh dengan Dzat yang Maha Kokoh.
Apa yang terjadi ketika kita tidak menggunakan BA; ketika kita tidak membersamakan diri dengan Allah Swt? Kita terjauh dari sumber kekuatan, kedamaian, kasih sayang. Otomatis kita pun terjauh dari Maha Pemberi Pertolongan, Maha Pemberi Kebaikan. Hidup gelap dan sempit.

Apakah hari ini kita gelisah? Memandang segalanya terasa buntu, dan tak lagi ada jalan? Tak mampu lagi untuk lanjutkan kehidupan? Seakan semuanya suram? Dan ingin sudahi saja segalanya?

Mungkin inilah waktunya untuk kembali menggunakan huruf BA. Kembali membersamakan diri dengan Dzat Allah. Tanpa-Nya, kita ini siapa? Tanpa-Nya, kita ini tak tahu harus bagaimana. Tanpa-Nya, kita ini tiada.

Bismillaah, lanjutan kehidupan.

Bersama Allah. Dari Allah. Kepada Allah.


***
Bandung, penghujung 2015.



Tuesday 15 December 2015

Antara Kita dan DOA

BERDOALAH karena itu termasuk bagian dari usaha kita sebagai manusia. Bahkan doa adalah sebenar-benarnya usaha. Bagaimana tidak? Manusia dihidupkan untuk ibadah, dan inti dari semua kegiatan ibadah manusia adalah doa. Itu artinya sepanjang hidup kita merupakan doa. 

Maka berhentilah berdoa dengan pikiran untung rugi, "Aku sudah berdoa sekian kali, tapi kenapa tak juga dikabulkan?!" 
Hai, yang jadi kewajiban kita adalah berdoa, bukan mendapat ijabahnya. Ketika pengijabahan yang diinginkan belum juga diraih, tak perlu ambil pusing, karena toh kita dalamberdoa tak diwajibkan untuk mendapatkan pengijabahan. Tak.



Pengijabahan mutlak hak Allah. Apa-apa yang kita minta, mau dikabulkan atau ditangguhkan atau diganti dengan yang lebih baik, itu HAK ALLAH. Apa-apa yang kita minta dalam doa, bukanlah hak manusia, sehingga kita dengan enaknya terus menagih. Sekali lagi, bukan hak kita. Kita hanya diperintah berdoa.

Di sini ada keadilan Allah. Kita diperintah untuk fokus saja pada yang bisa kita lakukan; berusaha, berdoa. Tak perlu ikut pusing memikirkan pengijabahannya. Tugas kita hanya berdoa. Kita manusia kan, bukan Tuhan?

Nikmati masa-masa berdoa. 
Manusia jika diminta terus-terusan, pasti kesal. Apalagi dalam jangka waktu lama, dengan permintaan sama. Pasti semakin jengah. Tak begitu dengan Tuhan kita. Justru Ia cintai rayuan hamba. Berdoa, karena kita cinta untuk berkomunikasi denganNya. Berdoa, karena kita dimintaNya untuk terus mendekat merayu berbahasa doa. Berdoa dengan tidak mendikte Tuhan, tapi mesra menyambut seruanNya; berdoalah kepadaKu, niscaya akan Aku penuhi. Maka kita datang dengan hati yang penuh rindu. Memuji asmaNya, menyampaikan hajat, dan berpasrah kepada kuasaNya.


Betul, Ia menjanjikan ijabah doa. Tetaplah Ia yang berhak memberikan pengijabahan untuk setiap doa, dan kita pun tetap pada peran yang memenuhi panggilanNya; berdoa.

"Berdoa, bukan untuk mendapatkan,  
tapi karena Tuhan pengasih memerintahkan. 

Jika pun hidup ini sepenuhnya berdoa, 
sungguh, duhai Tuhan, 
aku tak mengapa..."


###
Natisa,
Bandung, 15 Desember 2015


Saturday 12 December 2015

TALK SHOW: MENEMBUS BATAS-BATAS SABAR




Batas-batas itu dari mana datangnya?
Sehingga ingin begitu saja berteriak, dan berhenti.
=============

InsyaAllah akan berbincang :
"Menembus Batas-batas Sabar"
Pada Hari Minggu, 13 Desember 2015, di Gramedia Asia Plaza, TASIKMALAYA! 
Jam 13.00 - 15.30 WIB 
😊

Dipandu oleh perempuan super Nurasiah Jamil

Yuk gabung, free dan untuk umum.
Kita hadir untuk saling menguatkan, menembus batas-batas.


Thursday 10 December 2015

Kantung Waktu


Allah, 
betapa nafas ini berada dalam kuasaMu yang bernama waktu.
Sejauh apa pun meninggalkan titik awal, 
pasti ada kenangan yang mengikuti. 
Begitu pula, 
sejengkal atau sedekat apapun kita melangkah ke hadapan 
pasti ada sesuatu baru yang kita dapatkan.
Manusia tak kuasa mengubah kenangan atau kehidupan yang telah tertinggal di belakang sana.
Manusia tak kuasa mengetahui bentuk kenyataan di hadapan,
walau hanya sepersekian detik setelah detik ini, kecuali dengan menapakinya.

Nafas dan waktu. 
Selagi bernafas, selama itu pula kita berada dalam sebuah kantung bernama waktu.
Nafas ini ada dalam genggaman Tuhan. Begitu pula dengan Waktu, ada dalam kuasa Tuhan.
Bila Ia berkehendak untuk memberhentikan saat ini juga, berhentilah. 

Maka, apalah kita ini? Bisa berjalan, karena diperjalankan. 
Bisa meraih ini dan itu, karena diberi izin bernafas dalam kuasaNya: waktu.
Apakah masih ingin berontak tentang kehidupan yang di belakang, 
sedang waktu terus berjalan?
Apakah masih ingin lanjutkan memintal benang kekhawatiran, 
sedang Tuhan terus memperjalankanmu ke hadapan, menyicil kenyataan.
Penyesalan dan kekhawatiran
mengapa tak kau ubah jadi; 
penerimaan dan harapan. 



Kereta melanjutkan perjalanannya. 
Seorang gadis di tepi jendela termangu. 
Betapapun matanya masih terpaku pada deretan rumah di belakang, kereta ini tetap melaju.
Mengajaknya pada pilihan; penyesalan atau penerimaan

Seorang gadis di tepi jendela, menatap ragu ke hadapan. 
Setebal apapun awan keraguannya, takkan mampu menolak laju kereta. 
Mengajaknya pada pilihan; 
tetap memintal kekhawatiran ataukah mulai meniti harapan.

Hidup ini perjalanan, 
dan kita hanya diperjalankan di atas kendaraan nafas. 
Di dalam kantung, bernama waktu.

Hidup ini perjalanan,
yang sering kali menemui kerikil dan pendakian,
kepada siapa lagi memohon pertolongan; 
agar dikaruniai hati yang penuh penerimaan dan selalu terisi harapan,
kecuali kepada Tuhan Sang Penggenggam Nafas dan Waktu.


###
Natisa
Jakarta - Jogja
Maret, 2015