Saturday 17 October 2015

Terusir Menuju “Rumah”







Tahukah kau tentang Rumah?
Ia tempat atau manusia?

Tuhan berkehendak,
Aku dikenalkan pada rumah, yang bukan tempat, bukan pula manusia.

Sore itu,
Saat genderang pekik keculasan manusia terdengar amat sayat,
aku mencari rumah.
Untuk hati yang kecewa
Untuk segudang tanya yang tersasar pada jawab
Untuk luka perih yang makin menganga
Untuk sebongkah hati dan jiwa yang terusir

Tertatih aku menapak mencari rumah
Mengetuk satu-satu
Mericau pada dia dan dia
Tapi dimana rumah?

Aku mencari rumah
Tapi rumah berbentuk itu tak mampu obati
Aku mencari rumah
Tapi manusia membuatku lelah

Kemudian bersajak pada bumi,
Mengapa keterusiran selalu pada apa yang terasa sudah dimiliki?
Mengapa kekecewaan selalu pada siapa yang telah dipercayai?
Mengapa luka justru ditoreh pada hati yang mencinta?
Mengapa dilepas saat sudah menggenggam?
Mengapa?

Bumi retak,
Oleh sebuah jawab yang berbisik,

Bukankah rasa keterusiran, kekecewaan dan luka itu 
timbul saat ada rasa me-mi-li-ki?
Bagi Tuhan mudah untuk memberi dan mencabut
Agar apa?
Agar kita mengaku tak punya apa-apa

Langit pecah,

Aku di sini kuyup
Aku di sini terasing
Aku di sini,
di beranda sebuah rumah

‘rumah’ keterlepasan dari segala rasa memiliki
‘rumah’ ketidakterpautan dari segala ambisi
‘rumah’ keterkosongan dari segala ‘aku’ yang ingin diakui

di sini,
di rumah kosong
yang hanya terisi Kemahaan Tuhan
keter-nol-an hamba

Terima kasih, Tuhan,
atas hadiah ‘rumah ini’


###
22 Jumada Ats-tsani 1435 H.

dan 

4 Muharram 1437 H, 
keterusiran itu terjadi lagi. 
Terima kasih, Tuhan.
Ini melegakan.
:)

No comments :

Post a Comment