Sunday 3 July 2016

Waktu dan Kekhawatiran-kekhawatiran Itu

Waktu yang telah ditetapkanNya tak bisa disegerakan atau ditangguhkan. Walau seluruh makhluk bumi berusaha mengerahkan.

Kemarin saya ketinggalan travel jam 3.45 dini hari. Jam pemberangkatan selanjutnya jam 04.30. Sedangkan saya harus sudah berada di bilangan daerah Jakarta Pusat pk. 08.30. Setelah tiket digenggam, hati saya masih terus khawatir. Sampai ga ya jam 08.30? Perjalanan Bandung-Jakarta sekarang susah diprediksi. Bisa jadi di tol lancar, tapi di tol dalam kotanya yang ramai. Atau pernah juga ada kecelakaan di tengah tol Cipularang, menyebabkan kemacetan yang panjang. Serba gak pasti. Gimana kalau saya telat dan Pak Boss menunggu lama, lalu berdampak ke acara kacau karena saya telat? Astaghfirullah. Kok seneng betul terus mengoleksi kekhawatiran. Apa semua kekhawatiran itu membantu agar saya datang lebih cepat? Ngga. Akhirnya saya ngatur nafas yang ritmenya tak beraturan tanda hati penuh khawatir.
Bismillah. Kalau Allah sudah berkehendak maka jadilah. Allah yang punya waktu. BagiNya mudah menahan atau menyegerakan. Toh kita sering mengalami kondisi seperti ini: waktunya sama sekian jam tapi di beberapa kondisi sekian jam itu akan sangat terasa lama dan membosankan. Di waktu yang lain sekian jam itu terasa sangat singkat. Allah Maha Kuasa mengatur waktu. Hanya Dia yang memiliki kunfayakun. Terserah Allah sajalah. SekehendakNya sajalah..
Kalaupun saya telat, ya memang harusnya begitu. Gak usah terus menyesali. Tinggal ambil pelajaran agar jangan terlalu last minutes, harus disiapkan betul-betul.
Nafas panjang keluar dengan tenang. Iya, segimana Allah saja..
Akhirnya saya bisa istirahat di setengah perjalanan. Bangun-bangun melihat jam, alhamdulillah lancar. Mata saya terus melihat GPS. Berapa lama lagi jarak sampai, sambil memperhitungkan waktu dan kecepatan pak supir membawa mobil.
Mata saya menangkap jalanan berwarna biru di layar aplikasi Maps. Itu jalanan yang sudah ditempuh di belakang. Sedangkan jalanan kuning dan merah menunjujkkan jalanan ke depan yang akan ditempuh mobil. Tiba-tiba saya merasa waktu berhenti sesaat oleh sebuah kesadaran yang menohok. Allahu akbar! 
Sering sekali kita mengkhawatirkan apa yang ada di hadapan, dan di waktu yang bersamaan kita abai mensyukuri ribuan kilo "jalanan" yang telah berhasil dilalui di belakang. 
Kita sibuk khawatirkan ini dan itu, lalu lupa bahwa untuk sampai di titik yang sekarang dipijak ini kita telah melalui banyak rintangan. Melampaui dari segala yang dikhawatirkan. Bahkan kekhawatiran-kekhawatiran serupa telah pernah kita atasi. Maka kenapa masih terus mengulum kekhawatiran, sedangkan kita memiliki Tuhan yang Maha Memampukan.
Sekali lagi kesadaran ini menghujam; bahwa kekhawatiran sama sekali takkan membantu atau mengubah apa-apa di masa yang akan datang. Tidak.Justru hati yang penuh dengan kepasrahan akan membuat diri bersikap dengan sebaik-baik sikap.
Memasuki Jakarta jalanan padat merayap. Kekhawatiran itu tetap terdengar bersahutan di hati. Saya pejamkan mata. Ya Allah, terima kasih telah menyampaikanku di sini. TanpaMu, segala usaha semaksimal apa pun takkan ada pengaruhnya. Allah, jadikan aku hamba bersyukur atas nikmat-nikmatMu yang tak terukur. Allah, hilangkan kekhawatiran-kekhawatiran di dalam hati, karena ku tahu aku memilikiMu.
Pukul 08.10 Pak Supir menawarkan siapa yang ingin turun di halte sebelum shuttle resmi. Saya memutuskan turun di sana, lanjut menyambung menggunakan kendaraan bermotor. Menepuk abang ojek untuk memilih jalan tikus paling cepat. Waktu terasa diremas maju mundur. Rasanya sudah tak berbilang detik menit lagi. Kecuali hanya ritme: Allah, Allah, Allah. Kau Penguasa Waktu..
Pukul 08.33 tiba di salah satu gedung pencakar langit di Jakarta Pusat. Alhamdulillah. Berlari sekencang mungkin dari halaman depan yang luas memasuki gedung, sambil melirik handphone, takut Pak Bos menunggu. Satu pesan masuk dari beliau, "Nati, saya telat. 45 menit lagi sampai."
Amboi. Betulah, Kau amat mudah mengendalikan segalanya, ya Allah..
Nyatanya, yang menyampaikan kita di titik yang sekarang bukanlah kekhawatiran. Atau kemampuan diri. Bukan. Melainkan semata hanya karena Allah menghendaki.
Jika kekhawatiran itu terus saja menggerogoti, bawalah ia ke hadapan Allah Rabbul 'izzati. Mohonkan hati yang penuh keberpautan, kepasrahan, ketenangan.

Semoga kita dikaruniai hati yang bersyukur, dan terkikislah segala kekhawatiran itu.
###

Nati Sajidah
Kereta Argo Parahyangan, 27 Mei 2016.

No comments :

Post a Comment